Animwiyati syadik saputri (153100165)
Siaran Televisi Digital di Indonesia
Televisi digital atau DTV adalah
jenis televisi yang menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi untuk
menyiarkan sinyal gambar, suara, dan data ke pesawat televisi. Televisi digital
merupakan alat yang digunakan untuk menangkap siaran TV digital, perkembangan
dari sistem siaran analog ke digital yang mengubah informasi menjadi sinyal
digital berbentuk bit data seperti komputer.
Secara teknis, pita spektrum
frekuensi radio yang digunakan untuk televisi analog dapat digunakan untuk
penyiaran televisi digital. Perbandingan lebar pita frekuensi yang digunakan
teknologi analog dengan teknologi digital adalah 1 : 6. Jadi, bila teknologi
analog memerlukan lebar pita 8 MHz untuk satu kanal transmisi, teknologi
digital dengan lebar pita yang sama (menggunakan teknik multipleks) dapat
memancarkan sebanyak 6 hingga 8 kanal transmisi sekaligus untuk program yang
berbeda.
TV
digital ditunjang oleh teknologi penerima yang mampu beradaptasi sesuai dengan
lingkungannya. Sinyal digital dapat ditangkap oleh sejumlah pemancar yang
membentuk jaringan berfrekuensi sama sehingga daerah cakupan TV digital dapat
diperluas. TV digital memiliki peralatan suara dan gambar berformat digital seperti
yang digunakan kamera video.
Terdapat tiga standar sistem
pemancar televisi digital di dunia, yaitu televisi digital (DTV) di Amerika,
penyiaran video digital terestrial (DVB-T) di Eropa, dan layanan penyiaran
digital terestrial terintegrasi (ISDB-T) di Jepang. Semua standar sistem
pemancar sistem digital berbasiskan sistem pengkodean OFDM dengan kode suara
MPEG-2 untuk ISDB-T dan DTV serta MPEG-1 untuk DVB-T.
Dibandingkan
dengan DTV dan DVB-T, ISDB-T sangat fleksibel dan memiliki kelebihan terutama
pada penerima dengan sistem seluler. ISDB-T terdiri dari ISDB-S untuk transmisi
melalui kabel dan ISDB-S untuk tranmisi melalui satelit. ISDB-T dapat
diaplikasikan pada sistem dengan lebar pita 6,7MHz dan 8MHz. Fleksibilitas
ISDB-T bisa dilihat dari mode yang dipakainya, dimana mode pertama digunakan
untuk aplikasi seluler televisi berdefinisi standar (SDTV), mode kedua sebagai
aplikasi penerima seluler dan SDTV atau televisi berdefinisi tinggi (HDTV)
beraplikasi tetap, serta mode ketiga yang khusus untuk HDTV atau SDTV bersistem
penerima tetap. Semua data modulasi sistem pemancar ISDB-T dapat diatur untuk
QPSK dan 16QAM atau 64QAM. Perubahan mode ini bisa diatur melalui apa yang
disebut kontrol konfigurasi transmisi dan multipleks (TMCC).
Frekuensi
sistem penyiaran televisi digital dapat diterima menggunakan antena yang
disebut televisi terestrial digital (DTT), kabel (TV kabel digital), dan
piringan satelit. Alat serupa telepon seluler digunakan terutama untuk menerima
frekuensi televisi digital berformat DMB dan DVB-H. Siaran televisi digital
juga dapat diterima menggunakan internet berkecepatan tinggi yang dikenal
sebagai televisi protokol internet (IPTV).
TV
digital mempunyai tiga sistem standart yaitu:
• DVT
(Digital Television), sistem yang berlaku di Amerika;
•
DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial), sistem yang berlaku di Eropa;
dan
•
ISDB-T (Integrated Services Digital Broadcasting Terrestrial), sistem yang
berlaku di Jepang.
Munculnya televisi digital di
Indonesia harus dipikirkan dampak dan konsekuensinya karena selama ini masih
banyak masyarakat yang menggunakan dan terbiasa dengan televisi telivisi analog.
Berikut dampak dari munculnya televisi digital di Indonesia :
Ø Dampak
Positif
Banyak
manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dengan beralih ke penyiaran TV digital
antara lain:
1. Kualitas
gambar yang lebih halus dan tajam,
2. Pengurangan
terhadap efek noise,
3. Kemudahan
untuk recovery pada penerima dengan error correction code, serta
4. Mengurangi
efek dopler jika menerima siaran tv dalam kondisi bergerak (misalnya di mobil, bus, maupun kereta api).
5. Selain
itu sinyal digital dapat menampung program siaran dalam satu paket, dikarenakan
pemakaian bandwidth pada tv digital tidak sebesar tv analog.
Ø Dampak
Negatif
Disamping
banyak hal yang bermanfaat, tentunya kendala yang akan dihadapi dalam migrasi
ke siaran TV digital pun juga semakin banyak seperti:
1. Regulasi
bidang penyiaran yang harus diperbaiki,
2. Standardisasi
yang harus segera ditentukan baik untuk perangkat dan teknologi yang akan
digunakan,
3. Industri
pendukung yang harus segera disiapkan baik perangkat maupun kontennya.
4. Jika
kanal TV digital ini diberikan secara sembarangan kepada pendatang baru, selain
penyelenggara TV siaran digital terrestrial harus membangun sendiri infrastruktur
dari nol, maka kesempatan bagi penyelenggara TV analog eksisting seperti TVRI,
5 TV swasta eksisting dan 5 penyelenggara TV baru untuk berubah menjadi TV
digital di kemudian hari akan tertutup karena kanal frekuensinya sudah habis.
Munculnya
televisi digital di Indonesia juga memiliki banyak manfaat dan keunggulan.
Berikut manfaat dan keunggulan penyiaran televisi digital :
o
Pemirsa juga dapat memilih sendiri kapan
akan menonton, remote tidak lagi untuk memilih saluran tapi juga untuk melihat
simpanan program, (siaran interaktif). Televisi yang menjadi siaran interaktif
akan lebih memudahkan pemirsanya untuk mencari-cari program yang dia sukai.
Tidak ada lagi prime-time karena saat itu pemirsa dapat mencari program lain
yang dibutuhkan.
o
Penerimaan mobile, efisiensi kanal
frekuensi, dan potensi jasa tambahan seperti TV-Interaktif dan layanan
data-casting.
o
Aplikasi teknologi siaran digital
menawarkan integrasi dengan layanan multimedia lainnya serta integrasi dengan
layanan interaktif seperti Video on Demond (VoD), Pat Per View (PPV), bahkan
layanan komunikasi dua arah seperti teleconfrence.
Dan
keunggulan dari televisi digital adalah :
o
Kelebihan signal digital dibanding
analog adalah ketahanannya terhadap noise dan kemudahannya untuk diperbaiki
(recovery) di penerima dengan kode koreksi error (error correction code).
Sinyal digital bisa dioperasikan dengan daya yang rendah (less power).
o
Pada transmisi digital menggunakan less
bandwith (high efficiency bandwidth) karena interference digital channel lebih
rendah, sehingga beberapa channel bisa dikemas atau "dipadatkan" dan
dihemat. Hal ini menjadi sangat mungkin karena broadcasting TV Digital
menggunakan sistem OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) yang
tangguh dalam mengatasi efek lintas jamak (multipath fading). Kemudian
keuntungan lainnya adalah bahwa sinyal digital bisa dioperasikan dengan daya
yang rendah (less power).
o
Migrasi dari era analog menuju era
digital memiliki konsekuensi tersedianya saluran siaran yang lebih banyak.
Tidak ada lagi antrian ataupun penolakan izin terhadap rencana pendirian
televisi nasional maupun lokal karena keterbatasan frekuensi. Televisi digital
pun dapat digunakan layaknya browser internet, sehingga sangat integratif
fungsinya.
o
Penyiaran TV Digital Terrestrial bisa
diterima oleh sistem penerimaan TV Fixed dan penerimaan TV Bergerak. Kebutuhan
daya pancar tv digital juga lebih kecil dan ketahanan terhadap interferensi dan
kondisi lintasan radio yang berubah-ubah terhadap waktu (seperti yang terjadi
jika penerima TV berada di atas mobil yang berjalan cepat), serta penggunaan
bandwidth yang lebih efisien.
Adapula
perbedaan yang ada pada televisi digital dan televisi analog. Perbedaan yang
paling mendasar antara sistem penyiaran televisi analog dan digital terletak
pada penerimaan gambar lewat pemancar (sistem tranmisi pancarannya). Pada
sistem analog, semakin jauh dari stasiun pemancar televisi, sinyal akan melemah
dan penerimaan gambar menjadi buruk dan berbayang. Sedangkan pada sistem
digital, siaran gambar yang jernih akan dapat dinikmati sampai pada titik
dimana sinyal tidak dapat diterima lagi.
Saat
ini Indonesia masih menggunakan sistim analog dengan cara memodulasikannya
langsung pada Frekuensi Carrier, sedangkan pada pada sistem digital, data
gambar atau suara dikodekan dalam mode digital (diskret) baru di pancarkan.
Sebagai ilustrasi, Jika dulu kita menonton film lewat VCR, video yang pakai
pita itu adalah analog, tapi kita sekarang dalam format digital MPEG, atau
kalau kalau kita mendengarkan musik dengan pita kaset, itu adalah analog, tapi
jika kita mendengarkan MP3, itu adalah digital.
Seorang
awam membedakannya adalah dengan mudah, Jika TV analog signalnya lemah (semisal
problem pada antena) maka gambar yang diterima akan banyak ‘semut’ tetapi jika
TV digital yang terjadi adalah bukan ‘semut’ melainkan gambar yang lengket
seperti kalau kita menonton VCD yang rusak.
Kualitas
digital jadi lebih bagus, karena dengan format digital banyak hal dipermudah.
Seperti kalau dulu CD-A (CD audio analog) atau laser disk jadul satu keping
hanya mampu memutar lagu selama 60 menit atau sekitar 6 lagu, maka dengan mode
digital sekarang pada CD yang sama bisa disimpan lagu digital format MP3 hingga
ratusan lagu.
Kalau
pada TV analog satu pemancar dengan pemancar lainnya harus dengan frekuensi
berbeda, maka dengan mode digital, satu frekuensi bisa memancarkan banyak
siaran TV. Siaran TV satelit dulu memakai analog. Sekarang sudah banyak yang
digital. Tidak semua TV satelit memakai sistem digital. Di beberapa satelit
Arab banyak yang memakai mode analog.
Prospek Masa Depan Penyiaran Televisi di Indonesia
dengan adanya Digitalisasi Sistem Media Siaran
Era
digitalisasi penyiaran di Indonesia sudah pasti akan datang, cepat atau lambat,
suka atau tidak suka, siap atau tidak siap kita akan menghadapinya, karena
begitulah teknologi, selalu berkembang dan kita harus terus mengikuti
perkembangannya apabila tidak ingin dibilang ‘ketinggalan jaman’. Begitu pula
inovasi teknologi penyiaran adalah suatu hal yang tidak terelakkan di masa
depan. Kita dihadapkan dengan kata-kata kunci baru ketika mempelajari
digitalisasi penyiaran, seperti terminology teknologi kompressi MPEG (Moving
Picture Experts Group), multiplex, simulcast dan masih banyak yang lain. Namun
digitalisasi penyiaran tidak hanya persoalan teknologi semata, tetapi juga
aspek ekonomi, sosial, hukum dan juga politik, sehingga persoalan digitalisasi
penyiaran di Indonesia perlu dilihat secara komprehensif. Disana ada persoalan
state interests, corporation interests, consumers interests juga public
interests yang saling berinteraksi.
Pemerintah
Indonesia telah menentukan migrasi sistem penyiaran terrestrial dari analog ke
digital, melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Infomatika RI Nomor
07/P/M.Kominfo/3/2007 tertanggal 21 Maret 2007 Tentang Standar Penyiaran
Digital Terrestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia, ditetapkan
standar penyiaran digital terrestrial untuk televisi tidak bergerak di
Indonesia yaitu Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVB-T). Ketika
pemerintah memutuskan standar penyiaran digital DVB-T yang berlaku di
Indonesia, ini berarti kita mengikuti sistem penyiaran digital di Eropa.
Tampaknya
perdebatan publik di Indonesia tentang proses migrasi ke sistem digital dunia
penyiaran belum begitu intens dan masih terbatas pada elite-elite dunia
penyiaran, terutama regulator, operator dan vendor yang akan berbisnis hardware
equipment dan program siaran dunia. Barangkali banyak masyarakat tidak tahu,
merasa tidak perlu, tidak tertarik, dan menilai mahluk seperti apakah
sebenarnya digitalisasi penyiaran di Indonesia, di tengah kenikmatan instan
menonton dan mendengar program-program siaran radio dan televisi di tanah air
saat ini. Mereka masih sibuk mendiskusikan isi siaran yang penuh dengan mistik,
infotainment, sinetron, kekerasan, kebanci-bancian, belum pada “revolusi
digital televisi” yang akan mengubah dunia penyiaran Indonesia di masa depan.
Perkembangan
teknologi penyiaran harus dipandang sebagai peluang untuk memperluas dan
mengembangkan jangkauan jenis-jenis layanan penyiaran yang dapat disediakan
bagi para pendengar dan penonton. Semula kita mendengar siaran radio yang
dipancarkan lewat gelombang SW, MW, AM dan kini FM. Para radio broadcasters
migrasi dari AM ke FM. Pada awalnya televisi disiarkan melalui VHF kemudian
menjadi UHF. Orang menonton televisi hitam putih kemudian berkembang nonton
televisi berwarna. Karena di Indonesia kanal-kanal frekuensi UHF sudah habis,
maka frekuensi VHF yang ditinggalkan pemain lama, juga mulai dilirik dan
diincar pemain baru.
Di
dunia pertelevisian, setelah ditemukan sistem penyiaran terrestrial yang
menggunakan gelombang elektromagnetik/spektrum frekuensi radio, kemudian
dikembangkan televisi dengan platform kabel, yang dilanjutkan dengan platform
satelit, bahkan kemudian dengan platform internet. Tatkala televisi bisa
dipancarkan lewat internet, seperti halnya siaran radio di internet, maka kita
sebenarnya sudah masuk pada isu konvergensi. Kasus ini pun menjadi perdebatan
menarik di kalangan dunia penyiaran. Digitalisasi ini merupakan inovasi
teknologi penyiaran yang menciptakan jalan yang menjanjikan bagi suatu
peningkatan dalam hal jangkauan dan keberagaman penyiaran di masa depan.
Perubahan
teknologi penyiaran harus dibayar dengan mahal. Untuk melakukan migrasi dari
analog ke digital membutuhkan biaya besar, baik bagi para operator untuk
memperoleh dan membangun infrastruktur penyiaran yang baru (peralatan
transmisi, studio, cara pembuatan program baru) dan konsumen (membeli pesawat
televisi baru dan top set box).
Dilihat
dari sisi corporation interests, tentu saja perubahan ke digitalisasi penyiaran
akan menjadi bisnis besar karena permintaan hardware penyiaran yang begitu
tinggi. Dilihat dari sisi consumers interests, bagi mereka yang berpenghasilan
besar tentu saja mereka mampu membeli perubahan teknologi ini karena mereka
akan memperoleh kenikmatan dan kenyamanan baru. Namun bagi konsumen kecil,
perubahan teknologi penyiaran harus mereka bayar mahal, terutama dikaitkan
dengan penggantian pesawat televisi dan pembelian top set box. Meski pesawat
televisi lama masih mampu menangkap sistem digital, namun berangsur-angsur
mereka akan terpaksa membeli pesawat penerima televisi yang baru bila ingin
memperoleh kualitas siaran yang prima.
Apabila
persoalan social costs ini tidak dibahas secara terbuka, maka akan ada biaya
politik yang harus dibayar mahal di kemudian hari, mengingat public interests
akan mewarnai perdebatan di kalangan politisi terutama ketika memasuki bagian
regulasi. Selama ini regulasi digitalisasi penyiaran di Indonesia hanya diatur
lewat Peraturan Pemerintah, belum oleh Undang-Undang, sehingga kekuatan
legalitasnya masih terbatas. Seolah-olah urusan digitaliasi penyiaran hanya
milik Departemen Kominfo, bukan milik negara (state interests) dimana parlemen
dan pemerintah harus sepakat tentang kebijakan publik di bidang penyiaran.
Padahal Departemen Kominfo sudah merencanakan pada tahun 2018 siaran tv analog
sudah switch off.
Di
beberapa negara maju, AS misalnya, migrasi ke digital dibiayai negara.
Sedangkan di Indonesia, siapa yang harus membiayai migrasi ke digital? Beberapa
operator televisi menyebutkan, biaya migrasi harus dibayar masyarakat,
sedangkan pendapat pemerintah tentang migrasi ini, selalu menyebutkan
pemerintah tidak punya dana untuk membiayai migrasi ke digital, bahkan uji coba
sistem digital beberapa waktu yang lalu dibiayai oleh vendor.
Barangkali
lembaga penyiaran swasta bermodal kuat siap untuk bermigrasi, bahkan lembaga
penyiaran berlangganan di Indonesia telah bermigrasi ke digital, namun
bagaimana kemampuan lembaga penyiaran swasta lokal, lembaga penyiaran publik
dan lembaga penyiaran komunitas untuk bermigrasi mengingat broadcasting
equipment mereka saja out of date and out of standard.
Kemungkinan,
jalannya migrasi dari analog ke digital di Indonesia akan terasa ‘alot’, karena
satu pihak dan pihak lainnya tidak ada suatu komitmen (satu suara) yang
memudahkan dan meyakinkan publik untuk bermigrasi. Selain itu, mahalnya
peralatan digital akan semakin membuat masyarakat malas bermigrasi. Mungkin
apabila pemerintah mengikuti strategi seperti pemerintah Amerika, ending yang
dihasilkan akan berbeda. Walaupun kualitas yang ditawarkan oleh DTV ini sangat
menggiurkan, teteapi ada beberapa pertimbangan yang membuat orang lebih memilih
bertahan dengan TV analog.
Namun,
apabila proses migrasi sudah berjalan dan DTV sudah berlangsung, akan banyak
kejutan yang menanti konsumen DTV. Paragraf dibawah ini akan sedikit
menjelaskan mengenai prospek siaran digital di Indonesia apabila DTV sudah
berjalan.
Konten
siaran digital yang ditransmisikan lewat platform satelit akan bersaing dengan
operator penyiaran platform kabel, sehingga konten siaran yang sama dapat
ditransmisikan ke pesawat penerima televisi, ke komputer dan berangsur-angsur
ke telepon genggam. Situs internet mampu menyediakan konten multimedia yang
berangsur-angsur akan mirip dengan konten siaran yang disediakan oleh penyiaran
tradisional (radio dan televisi) dan bahkan banyak operator menggunakan situs
webnya sebagai portal mereka untuk menarik penonton dan memberikan mereka
tambahan sumber-sumber informasi lain. Lalu, pemrosesan dan transformasi konten
oleh konsumen atau pengguna akhir menjadi lebih canggih lagi karena komputer
dan macam-macam piranti pemrosesan digital menjadi tersedia lebih luas bagi
rumah tangga. Hal ini berarti meng-copy film atau musik akan menjadi lebih
mudah, sehingga membangkitkan isu tentang pembajakan.
Inilah
sedikit prediksi mengenai isu digitalisasi siaran televisi apabila DTV
diterapkan di Indonesia. Ini juga adalah bagian akhir dari pembahasan mengenai
DTV dan segala ‘tetek-bengek’ yang berhubungan dengannya. Semoga dengan
penjelasan yang masih umum ini akan merangsang kita untuk lebih concern
terhadap isu ini.
Dampak yang Timbul Akibat Adanya Sistem Siaran
Televisi Digital di Indonesia
Sedikit
ketidaknyamanan yang mau tidak mau harus diterima dengan peralihan ke TV
digital ini adalah:
1)
Perlunya pesawat TV baru atau paling tidak kita perlu membeli TV Tuner baru
yang harganya bisa dibilang cukup mahal. Hal tersebut akan menimbulkan dampak
yang besar, mengingat hampir seluruh komponen pertelevisian di Indonesia masih
menggunakan komponen analog, sehingga kemajuan tekhnologi televisi digital ini
dapat mematikan usaha-usaha kecil yang selama ini telah ada. Karenanya hal ini
mewajibkan Pemerintah untuk mensosialisasikan lebih rinci kepada masyarakat.
2)
Mahalnya perangkat transmisi dan operasional broadcast berbasis tehnologi
digital merupakan persoalan tersendiri bagi kemampuan industri televisi di
Indonesia. Bagaimanapun untuk bisa menyiarkan program secara digital, perangkat
pemancar memang harus diganti dengan perangkat baru yang memiliki sistem
modulasi frekuensi secara digital. Untuk mem-back up operasional sehari-hari
saja dengan tingkat persaingan antar sesama radio dan televisi swasta nasional
saja sudah sangat berat, apalagi untuk harus mengalokasikan sekian persen
pemasukan iklan untuk digunakan bagi digitalisasi. Selain itu, dalam masa
transisi, stasiun televisi harus siaran multicast atau operasional di dua
saluran secara paralel: analog dan digital, karena tetap memberi kesempatan
pada masyarakat yang belum dapat membeli televisi digital.
3)
Sistem pemrosesan sinyalnya. Pada sistem digital, karena diperlukan tambahan
proses misalnya Fast Fourier Transform (FFT), Viterbi decoding dan equalization
di penerima, maka TV Digital ini akan sedikit terlambat beberapa detik
dibandingkan TV Analog. Ketika TV analog sudah menampilkan gambar baru, maka TV
Digital masih beberapa detik menampilkan gambar sebelumnya.
4)
Bagaimana soal akses pada jaringan media serta kondisi sistem akses itu
sendiri. Persoalan seperti pengaturan decoder TV digital maupun content media
menjadi layak kaji dalam hal ini. Dan akses pada spektrum frekuensi
5)
Bagaimanapun pada era penyiaran digital telah terjadi konvergensi
antarteknologi penyiaran (broadcasting), teknologi komunikasi (telepon), dan
teknologi internet (IT). Dalam era penyiaran digital, ketiga teknologi tersebut
sudah menyatu dalam satu media transmisi. Dengan demikian akses masyarakat
untuk memperoleh ataupun menyampaikan informasi menjadi semakin mudah dan
terbuka
6)
Terjadinya migrasi dari era penyiaran analog menuju era penyiaran digital, yang
memiliki konsekuensi tersedianya saluran siaran yang lebih banyak, akan membuka
peluang lebih luas bagi para pelaku penyiaran dalam menjalankan fungsinya dan
dapat memberikan peluang lebih banyak bagi masyarakat luas untuk terlibat dalam
industri penyiaran ini.
7)
Momentum penyiaran digital dapat membuka peluang yang lebih banyak bagi
masyarakat dalam meningkatkan kemampuan ekonominya. Peluang usaha di bidang
rumah produksi, pembuatan aplikasi-aplikasi audio, video dan multimedia,
industri senetron, film, hiburan, komedi dan sejenisnya menjadi potensi baru
untuk menghidupkan ekonomi masyarakat.
8) Televisi di Indonesia telah menjadi alat
penting baik untuk hiburan maupun untuk mendapatkan informasi. Baik televisi
digital maupun analog dalam penyiarannya memiliki kesamaan yaitu memiliki
dampak psikologis terhadap penontonnya. Dengan frekuensi menonton yang tinggi
dan kualitas tontonan yang rendah akan berdampak buruk baik pada orang dewasa
maupun pada pada anak – anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar